Wajib Baca! Kau Menangis Di Pelukannya, Tapi Aku Yang Mendengar Suaramu Patah
Kau Menangis di Pelukannya, Tapi Aku Yang Mendengar Suaramu Patah
Babak I: Senja Tanpa Warna
Hujan turun di atas makam Lin Wei. Bukan hujan deras yang menghantam bumi, melainkan rintik halus yang membelai nisan batu, seolah alam pun berduka. Udara dingin menusuk tulang, namun bagi arwah Lin Wei, rasa itu sudah lama hilang. Ia hanya merasakan hampa.
Lin Wei, dulunya seorang pemuda dengan senyum sehangat matahari musim semi, kini hanya bayangan pucat yang terpaku di antara dunia hidup dan mati. Ia meninggal dalam kecelakaan tragis, sebuah tabrakan yang merenggutnya sebelum sempat mengucapkan kebenaran. Kebenaran yang menggerogoti hatinya selama bertahun-tahun.
Ia melihat Yu Mei, kekasihnya, berdiri di bawah payung hitam. Bahunya bergetar. Di sampingnya, berdiri Zhang Hao, sahabat Lin Wei sejak kecil. Zhang Hao memeluk Yu Mei, menenangkannya. Kau menangis di pelukannya, Yu Mei, batin Lin Wei. Tapi aku yang mendengar suaramu patah.
Bayangan Lin Wei menolak pergi dari sisi Yu Mei. Ia mengikuti gadis itu kemanapun, menjadi saksi bisu dari kesedihan yang mendalam. Ia melihat Yu Mei tertawa bersama Zhang Hao, berbagi makanan, dan bahkan… berpegangan tangan. Rasa sakit menusuk dadanya, rasa sakit yang lebih perih dari kematian itu sendiri.
Babak II: Bisikan dari Kegelapan
Malam-malam Lin Wei dihabiskan dengan bergentayangan di rumah lamanya. Setiap sudut ruangan dipenuhi kenangan; tawa, air mata, dan janji-janji yang kini terasa pahit. Ia mencoba berkomunikasi, menyentuh, bahkan berteriak, namun sia-sia. Ia hanyalah hantu, terperangkap dalam realitas yang tak bisa dijangkau.
Suatu malam, di tengah kesunyian yang memekakkan telinga, ia mendengar bisikan. Suara itu dingin, menggoda, dan menjanjikan kekuatan. "Balas dendam, Lin Wei. Mereka pantas mendapatkannya."
Awalnya, Lin Wei menolak. Balas dendam tidak akan mengembalikan hidupnya, tidak akan menghapus kesedihan Yu Mei. Namun, setiap kali ia melihat Yu Mei bersama Zhang Hao, bisikan itu semakin keras, semakin menggoda. Ia mulai merencanakan. Ia akan membuat mereka menderita, sama seperti dirinya.
Babak III: Bayangan Masa Lalu
Lin Wei mulai menggunakan kekuatannya sebagai arwah untuk mengganggu kehidupan Yu Mei dan Zhang Hao. Lampu tiba-tiba mati, barang-barang bergerak sendiri, suara-suara aneh terdengar di malam hari. Yu Mei ketakutan, merasa ada yang mengawasi mereka.
Zhang Hao, yang selalu rasional, mencoba menenangkan Yu Mei. Namun, ia pun mulai merasakan keanehan. Ia sering bermimpi buruk tentang Lin Wei, melihat tatapan penuh amarah di matanya. Perlahan, persahabatan dan cinta di antara mereka mulai retak.
Pada suatu malam, Lin Wei berhasil memanipulasi mimpi Yu Mei. Dalam mimpi itu, Yu Mei melihat kecelakaan yang merenggut nyawa Lin Wei. Ia melihat Zhang Hao, yang mengendarai mobil saat itu, kehilangan kendali. Yu Mei terbangun dengan teriakan histeris.
"Kau… kau membunuhnya!" Yu Mei menuduh Zhang Hao dengan air mata berlinang.
Zhang Hao terkejut. Ia mencoba menjelaskan, mengatakan bahwa itu hanyalah kecelakaan. Namun, Yu Mei tidak percaya. Ia merasa dikhianati.
Babak IV: Kebenaran yang Tersembunyi
Lin Wei tersenyum melihat kehancuran yang ditimbulkannya. Namun, senyum itu tidak sampai ke matanya. Ia merasa hampa, bahkan lebih hampa dari sebelumnya. Ia menyadari bahwa balas dendam tidak membawa kedamaian.
Kemudian, ia melihat sesuatu yang mengubah segalanya. Ia melihat Zhang Hao mengunjungi makamnya setiap hari. Di sana, di bawah rintik hujan yang sama, Zhang Hao mengakui kebenaran yang selama ini disembunyikannya.
Zhang Hao tidak sengaja menabrak pohon. Ia sengaja menghindari sebuah mobil, mobil yang dikendarai oleh seorang PEJABAT KORUP yang selama ini mengancam Lin Wei. Lin Wei mengetahui rahasia kotor pejabat itu, dan pejabat itu ingin membungkamnya. Zhang Hao memilih menabrakkan mobil ke pohon daripada menyerahkan Lin Wei pada orang jahat itu.
Lin Wei tahu kebenaran yang ia cari selama ini bukanlah untuk balas dendam. Kebenaran itu adalah tentang pengorbanan, persahabatan, dan cinta sejati. Zhang Hao melindungi rahasianya sampai akhir, bahkan rela dipandang sebagai pembunuh.
Epilog: Kedamaian Abadi
Lin Wei mendekati Yu Mei, menyentuh pipinya dengan tangan tembus pandangnya. Ia mengirimkan perasaan damai dan maaf pada Yu Mei. Ia ingin Yu Mei tahu bahwa ia tidak menyalahkannya atau Zhang Hao. Ia ingin Yu Mei memaafkan Zhang Hao dan melanjutkan hidupnya.
Kemudian, Lin Wei menghampiri Zhang Hao. Ia meletakkan tangannya di bahu Zhang Hao, memberikan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam. Ia mengerti bahwa Zhang Hao telah melakukan apa yang terbaik untuknya, bahkan dengan mengorbankan kebahagiaannya sendiri.
Cahaya keemasan muncul di sekitar Lin Wei. Ia merasa damai, untuk pertama kalinya sejak kematiannya. Ia tahu, sudah waktunya untuk pergi.
…Dan mungkin, ia baru saja tersenyum untuk terakhir kalinya.
You Might Also Like: Martial Arts Near Me For Young Adults