Drama Abiss! Kau Menyebut Namaku Pelan, Dan Seluruh Dunia Berhenti Sejenak
Udara di Paviliun Bulan Purnama terasa berat, sarat dengan aroma melati dan penyesalan. Di hadapanku, berdiri Lin Wei, pria yang dulu kuanggap mentari di hidupku, kini hanya siluet remang di bawah rembulan. Matanya, yang dulu berbinar saat menatapku, kini redup, dipenuhi bayang-bayang masa lalu.
"Yun Xi..." bisiknya, suaranya parau.
Kau menyebut namaku pelan, dan seluruh dunia berhenti sejenak. Bukan karena cinta, bukan lagi. Tapi karena luka. Luka yang kau ukir begitu dalam di hatiku, luka yang tak mungkin lagi sembuh.
Dulu, di bawah pohon persik yang sama, kita berjanji. Janji abadi, janji yang terukir di langit, janji yang seharusnya tak pernah kau langgar. Kau berjanji akan memilihku, di atas takhta, di atas kekuasaan, di atas segalanya. Tapi kau memilih dia, putri dari klan yang lebih berpengaruh, demi memperkuat posisimu. Kau memilih takhta, dan mengorbankan hatiku.
Bertahun-tahun berlalu. Aku menyaksikanmu naik takhta, menjadi kaisar yang disegani. Aku melihatmu bahagia dengan isterimu, sementara aku... aku hanya bayangan di sudut istana, menyaksikan kebahagiaanmu dengan hati yang hancur. Kau tahu aku ada, Lin Wei. Kau tahu aku menderita. Tapi kau diam.
"Aku...aku menyesal, Yun Xi." Air mata mengalir di pipinya. "Aku tahu aku salah. Aku menyakitimu. Maafkan aku."
Maaf? Kata itu terasa hambar di lidahku. Maaf tidak akan mengembalikan tahun-tahunku yang hilang, tidak akan menyembuhkan hatiku yang remuk. Maaf tidak akan menghapus bayangan penghianatanmu.
Aku tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai mataku. "Penyesalan memang selalu datang terlambat, Kaisar Lin Wei."
Kini, giliranmu yang menjadi bayangan. Aku melihat kebingungan di matanya saat aku menyebutkan gelarmu. Aku bukan lagi Yun Xi yang dulu, gadis polos yang mencintaimu dengan sepenuh hati. Aku adalah Yun Xi yang ditempa oleh api pengkhianatan, Yun Xi yang kembali dengan satu tujuan: keadilan.
Bukan aku yang menuntut keadilan. Bukan aku yang merencanakan semuanya. Tapi takdir. Takdir yang membawaku kembali, memberiku kekuatan, dan membimbingku untuk membalas sakit hati ini. Kekuatan klan ibuku, yang diam-diam mendukungku, kini siap untuk mengklaim apa yang seharusnya menjadi milik kami. Bukan takhta, bukan kekuasaan, tapi harga diri.
Aku melihat ke belakangnya, ke arah para prajurit yang berbaris rapi, siap mengepung Paviliun Bulan Purnama. Mata mereka tidak menunjukkan belas kasihan, hanya kesetiaan pada klan mereka, padaku.
"Selamat menikmati buah dari pilihanmu, Kaisar Lin Wei."
Aku berbalik, meninggalkan Lin Wei di bawah rembulan yang dingin, meninggalkan Paviliun Bulan Purnama yang sebentar lagi akan menjadi saksi bisu dari kejatuhannya. Takdir memang kejam.
Cinta dan dendam, terkadang sulit dibedakan, dan akhirnya, keduanya akan berdansa di atas abu penyesalan.
You Might Also Like: 136 Cara Memilih Skincare Lokal Untuk