Drama Populer: Janji Yang Kubayar Dengan Pengkhianatan
Janji yang Kubayar dengan Pengkhianatan
Hujan turun di atas makam seperti air mata langit. Setiap tetesnya adalah bisikan, sebuah senandung kesedihan yang tak pernah selesai. Bayangan pohon-pohon tua menari-nari di batu nisan, menolak untuk pergi, seolah mereka pun ikut berduka atas kepergianku.
Aku, Li Wei, mati muda. Terlalu muda untuk meninggalkan dunia yang penuh warna, terlalu cepat untuk berpisah dari kehangatan cintanya. Tapi takdir memang kejam, dan aku, hanyalah debu yang terbawa angin.
Atau begitulah seharusnya.
Namun, aku tidak bisa tenang. Ada janji yang belum tertunaikan, kebenaran yang belum terucap, dan sebuah pengkhianatan yang menggerogoti jiwaku. Maka, aku kembali. Bukan sebagai Li Wei yang dulu, melainkan sebagai roh penasaran, terikat pada dunia fana oleh rantai penyesalan.
Dunia roh adalah tempat sunyi dan memilukan. Warna-warnanya pudar, suaranya teredam, dan waktu seolah berhenti berdetak. Aku mengembara di antara dunia hidup dan dunia arwah, mengamati mereka yang kucintai, yang kukagumi, dan yang kuhormati.
Xiao Mei, cintaku, kini hidup dalam kesedihan yang mendalam. Matanya redup, senyumnya menghilang, dan setiap hari baginya adalah siksaan yang tak berkesudahan. Aku ingin memeluknya, menghapus air matanya, tapi aku hanyalah bayangan, tak mampu menyentuhnya.
Kemudian, aku melihatnya. Zhang Hao, sahabatku. Dulu, ia adalah tempatku berbagi suka dan duka. Dulu, ia adalah saudaraku. Sekarang, ia adalah duri dalam dagingku. Dialah yang mengkhianati aku. Dialah yang merebut kebahagiaanku. Dialah yang menjadi alasan mengapa aku mati.
Aku mengikutinya, mengawasinya setiap saat. Dendam membakar jiwaku, mendorongku untuk membalas perbuatannya. Aku ingin membuatnya merasakan sakit yang kurasakan, penderitaan yang kualami.
Namun, semakin lama aku mengawasinya, semakin aku melihat sisi lain dari dirinya. Aku melihat penyesalan di matanya, beban di pundaknya, dan kesepian di hatinya. Aku melihat bahwa ia pun terluka, bahwa ia pun menderita.
Aku mulai mengerti. Bukan balas dendam yang aku cari. Bukan penderitaan orang lain yang akan membawa kedamaian bagi jiwaku. Yang aku butuhkan adalah kebenaran. Yang aku inginkan adalah pengakuan.
Maka, aku berusaha berkomunikasi. Aku mencoba menyentuhnya, membisikkan kata-kata, memberikan petunjuk. Butuh waktu yang lama, tapi akhirnya, ia mendengarkanku. Ia melihatku. Ia menyadari kesalahannya.
Di bawah hujan yang masih turun dengan deras, Zhang Hao mengakui pengkhianatannya. Ia meminta maaf kepada Xiao Mei, kepada keluarga kami, dan kepadaku. Beban berat yang selama ini membelenggu jiwaku akhirnya terlepas.
Aku melihat Xiao Mei tersenyum untuk pertama kalinya sejak kepergianku. Senyum yang pahit, tapi penuh kelegaan. Senyum yang memberiku izin untuk pergi.
Kini, aku bisa tenang. Aku bisa beristirahat. Aku bisa meninggalkan dunia ini dengan hati yang damai.
Namun, sebelum aku benar-benar menghilang, aku merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah kehangatan, sebuah cahaya. Sebuah harapan?
Mungkin… mungkin aku tidak benar-benar pergi. Mungkin…
...aku hanya baru saja tersenyum untuk terakhir kalinya.
You Might Also Like: Manfaat Tabir Surya Non Nano Untuk