SERU! Kau Memelukku Di Bawah Langit Merah, Dan Dunia Berhenti Bernafas
Kau Memelukku di Bawah Langit Merah, dan Dunia Berhenti Bernafas
Embun pagi merayapi kelopak mawar di taman terlarang. Di sanalah, di antara keindahan yang memudar, Wei Lan berdiri. Angin berbisik tentang rahasia yang ia simpan rapat dalam hatinya, rahasia yang terbungkus dalam senyum palsu dan tatapan mata yang menyimpan jurang gelap. Wei Lan, sang pewaris tahta yang seharusnya, hidup dalam kebohongan yang dirajut ibunya, Kaisar Wanita yang haus kekuasaan.
Di sisi lain, ada Li Ming, seorang tabib desa dengan mata setajam elang dan hati yang dipenuhi rasa keadilan. Ia mencium bau busuk kebohongan yang menyelimuti istana. Ia mencari kebenaran, bukan untuk ketenaran, tapi untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman tiran. Kebenaran yang, sayangnya, akan menghancurkan segala yang diyakini Wei Lan.
Pertemuan mereka bagaikan percikan api di atas tumpukan jerami kering. Wei Lan, dengan senyum menawannya, mencoba mengelabui Li Ming. Namun, di balik tatapan Li Ming, Wei Lan melihat BAYANGAN masa lalu yang ia coba kubur dalam-dalam.
"Kau terlalu naif untuk mengerti dunia ini, tabib," bisik Wei Lan suatu malam, saat mereka berdiri di bawah langit senja yang memerah.
"Naif lebih baik daripada hidup dalam kebohongan," balas Li Ming, suaranya tenang namun menusuk.
Semakin dalam Li Ming mencari, semakin dekat pula ia dengan kebenaran yang pahit. Ia menemukan bukti pengkhianatan ibunda Wei Lan, bagaimana ia membunuh kaisar sebelumnya dan merebut tahta dengan cara keji. Kebenaran ini seperti pisau yang ditusukkan ke jantung Wei Lan. Dunia yang ia kenal runtuh di hadapannya.
Di saat terpuruk, Wei Lan mencari Li Ming. Di bawah langit merah yang membara, Wei Lan menangis dalam pelukan Li Ming. Seolah waktu berhenti. DUNIA BERHENTI BERNAFAS.
"Semua ini… bohong?" lirih Wei Lan, air matanya membasahi jubah Li Ming.
Li Ming memeluknya erat. "Aku tahu ini menyakitkan, tapi kau harus tahu kebenaran. Rakyatmu membutuhkanmu."
Kebencian Wei Lan terhadap ibunya tumbuh subur, dipupuk oleh pengkhianatan dan kebohongan. Namun, ia bukan orang yang akan bertindak gegabah. Ia merencanakan balas dendam yang tenang, namun jauh lebih menghancurkan.
Pada malam penobatan dirinya sebagai Kaisar Wanita yang baru, Wei Lan berdiri di depan rakyatnya. Ia menceritakan semua kebohongan ibunya. Pengkhianatan. Pembunuhan. Pengambilan tahta secara paksa.
Mata ibunya, Kaisar Wanita, memancarkan kemarahan dan ketakutan. Ia mencoba membantah, tapi Wei Lan sudah menyiapkan segalanya. Bukti-bukti tak terbantahkan dihadirkan. Rakyat yang selama ini dibutakan oleh propaganda akhirnya melihat kebenaran.
Balas dendam Wei Lan tidak berdarah. Ia tidak membunuh ibunya. Ia hanya mencopotnya dari kekuasaan dan membiarkannya menghadapi murka rakyatnya sendiri. Hukuman yang jauh lebih kejam daripada kematian.
Wei Lan menatap ibunya dengan senyum tipis, senyum yang menyimpan perpisahan. Senyum yang lebih dingin dari es. "Kau telah mengajarkanku banyak hal, Ibu. Salah satunya adalah bagaimana kekuasaan bisa menghancurkan seseorang."
Wei Lan kemudian memimpin kerajaannya menuju era baru, era kebenaran dan keadilan. Namun, bayangan masa lalu akan selalu menghantuinya. Apakah ia benar-benar bisa melupakan kebohongan yang pernah menjadi dunianya? Apakah Li Ming, sang pembawa kebenaran, akan tetap berada di sisinya?
Di suatu malam yang sunyi, Wei Lan menatap bulan purnama. Ia teringat akan senyum Li Ming, senyum yang menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan. Ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia akan mengulangi kesalahan ibunya...
...dan MENGGUNAKAN Li Ming untuk kepentingannya sendiri?
You Might Also Like: Cari Skincare Aman Ini Dia Yang Teruji