Kisah Populer: Air Mata Yang Menjadi Doa Terakhir
Air Mata yang Menjadi Doa Terakhir
Kabut senja memeluk Danau Bulan Sabit, serupa selendang sutra perak yang disulam dengan rindu. Di tepinya, berdiri Mei Hua, gaun putihnya berkibar lembut seperti sayap kupu-kupu yang terluka. Ia menatap pantulan rembulan yang pecah, bayangan wajah yang tak mungkin tergapai.
Setiap malam, ia datang ke sini. Menanti. Menanti kedatangan Lin Fan, kekasihnya yang hilang ditelan badai waktu. Cinta mereka, bunga teratai yang tumbuh di atas lumpur dosa, terlarang namun begitu suci. Dulu, di bawah pohon persik yang mekar, janji abadi terukir. Sekarang, hanya angin yang membawa bisik lirih kenangan.
Lukisan Lin Fan, tersimpan rapat di peti kayu berukir naga. Setiap goresan kuas adalah ciuman yang tertunda, setiap warna adalah pelukan yang tak sempat terucap. Mei Hua seringkali bermimpi. Dalam mimpinya, ia berlari menyusuri labirin bambu emas, mengejar siluet Lin Fan yang selalu menjauh. Di ujung labirin, hanya ada air mata.
Air mata Mei Hua. Butiran kristal yang jatuh ke tanah basah, menyuburkan harapan yang seharusnya layu. Air mata itu, ia percaya, adalah doa. Doa yang merambat melalui dimensi, menembus tirai waktu, mencapai Lin Fan di manapun ia berada.
Di tengah kesunyian malam, suara seruling terdengar. Melodi yang MEMILUKAN, serupa ratapan burung hantu yang kehilangan sarang. Mei Hua mengenali lagu itu. Lagu yang dulu sering dimainkan Lin Fan untuknya. Ia menoleh, dan melihatnya. Sosok Lin Fan berdiri di bawah pohon willow yang meranggas. Wajahnya pucat, matanya kosong.
"Lin Fan?" bisik Mei Hua, suaranya bergetar. Ia mendekat, uluran tangannya berhenti beberapa senti dari wajah Lin Fan. Dingin. Sedingin es.
Lin Fan menatapnya. Tatapan yang tak lagi menyimpan cinta.
"Aku… Aku bukan Lin Fan yang kau kenal," bisiknya, suaranya serak. "Aku adalah gema dari masa lalu. Sebuah kenangan yang menjelma. Lin Fan… telah lama pergi."
Mei Hua terdiam. Air matanya tumpah semakin deras. Ia mengerti sekarang. Lin Fan yang selama ini ia rindukan, hanyalah bayangan. Ilusi yang diciptakan oleh hatinya yang terluka. Cinta mereka, hanya ada di dalam lukisan yang mulai pudar.
Kemudian, terungkaplah sebuah rahasia kelam. Surat usang yang ditemukan di antara tumpukan abu bekas kebakaran rumah Lin Fan, mengungkap bahwa ia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan desa dari serangan bandit. Ia berbohong pada Mei Hua, mengatakan bahwa ia pergi untuk mencari obat bagi penyakitnya, agar ia tidak menunggunya. Ia ingin Mei Hua melanjutkan hidupnya.
Pengungkapan ini justru menambah luka. Keindahan cinta Lin Fan, pengorbanannya yang heroik, menjadi duri yang semakin dalam menusuk hatinya. Mei Hua tersungkur. Dunianya runtuh.
Ia kembali menatap pantulan rembulan di Danau Bulan Sabit. Rembulan yang kini tampak kejam. Air mata terus mengalir, membasahi tanah. Air mata yang menjadi doa terakhir.
…Apakah kau mendengarku, dari sana?
You Might Also Like: 0895403292432 Jualan Skincare Modal